UJIAN AKHIR SEMESTER
MATA KULIAH : KIMIA BAHAN ALAM
SKS :
2
DOSEN : Dr. Syamsurizal, M.Si
WAKTU : 22-29 Desember 2012
PETUNJUK
: Ujian ini open book. Tapi tidak diizinkan mencontek, bilamana ditemukan, maka
anda dinyatakan GAGAL. Jawaban anda diposting di bolg masing-masing.
1. Jelaskan dalam jalur biosintesis
triterpenoid, identifikasilah faktor-faktor penting yang sangat menentukan
dihasilkannya triterpenoid dalam kuantitas yang banyak.
3.Dalam isolasi alkaloid, pada tahap
awal dibutuhkan kondisi asam atau basa. Jelaskan dasar penggunaan reagen
tersebut, dan berikan contohnya sekurang-kurangnya tiga macam alkaloid.
Jawab :
1. Secara umum biosintesa
dari terpenoid dengan terjadinya 3 reaksi dasar yaitu :
Pembentukan isopren aktif berasal dari asam
asetat melalui asam mevalonat , Penggabungan kepala dan ekor dua unit isopren
akan membentuk mono-, seskui-, di-, sester- dan poli-terpenoid , Penggabungan
ekor dan ekor dari unit C-15 atau C-20 menghasilkan triterpenoid dan steroid.
Gambar 1. Jalur asetat dalam
pembentukan IPP yang merupakan batu bata pembentukan terpenoid via asam
mevalonat (Dewick, 1997)
Mekanisme dari tahap-tahap reaksi
biosintesa terpenoid adalah asam asetat setelah diaktifkan oleh koenzim A
melakukan kondensasi jenis Claisen menghasilkan asam asetoasetat. Senyawa yang
dihasilkan ini dengan asetil koenzim A melakukan kondensasi jenis aldol
menghasilkan rantai karbon bercabang sebagaimana ditemukan pada asam mevalinat.
reaksi-reaksi berikutnya adalah fosforilasi, eliminasi asam fosfat dan
dekarboksilasi menghasilkan Isopentenil pirofosfat (IPP) yang selanjutnya
berisomerisasi menjadi Dimetil alil pirofosfat (DMAPP) oleh enzim isomerase.
IPP sebagai unit isopren aktif bergabung secara kepala ke ekor dengan DMAPP dan
penggabungan ini merupakan langkah pertama dari polimerisasi isopren untuk
menghasilkan terpenoid. Penggabungan ini terjadi karena serangan elektron dari
ikatan rangkap IPP terhhadap atom karbon dari DMAPP yang kekurangan elektron
diikuti oleh penyingkiran ion pirofosfat yang menghasilkan Geranil pirofosfat
(GPP) yaitu senyawa antara bagi semua senyawa monoterpenoid. Penggabungan
selanjutnya antara satu unit IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama
menghasilkan Farnesil pirofosfat (FPP) yang merupakan senyawa antara bagi semua
senyawa seskuiterpenoid. senyawa diterpenoid diturunkan dari Geranil-Geranil
Pirofosffat (GGPP) yang berasal dari kondensasi antara satu unit IPP dan GPP
dengan mekanisme yang sama.
Triterpenoid terdiri dari kerangka
dengan 3 siklik 6 yang bergabung dengan siklik 5 atau berupak 4 siklik 6 yang
mempunyai gugus fungsi pada siklik tertentu.
Lebih dari 4000 jenis
triterpenoid telah diisolasi dengan lebih dari 40 jenis kerangka dasar yang
sudah dikenal dan pada prinsipnya merupakan proses siklisasi dari skualen.
Percobaan-percobaan
menunjukkan bahwa skualen terbentuk dari dua molekul farnesil pirofosfat yang
bergabung secara ekor-ekor yang segera diubah menjadi 2,3-epoksiskualen.
selanjutnya lanosterol terbentuk oleh kecenderungan 2,3-epoksiskualen yang
mengandung lima ikatan rangkap untuk melakukan siklisasi ganda. Siklisasi ini
diawali oleh protonasi guigus epoksi dan diikuti oleh pembukaan lingkar
epoksida.
2. *Spektrofotometri
Inframerah
Spektrum inframerah senyawa kimia bahan alam dapat diukur
dengan spektrofotometer FTIR yang merekam secara otomatis dalam keadaan larutan
(dalam kloroform, karbon tetraklorida, 1-5%), bentuk gerusan dalam minyak
nujol, atau bentuk padatan yang dicampur dengan kalium bromida. Pengukuran
mulai dari 4000-667 cm-1 (2,5-15 μm). Daerah pada spektrum inframerah di atas
1200 cm-1 menunjukkan pita spektrum atau puncak yang disebabkan oleh getaran
ikatan kimia atau gugus fungsi dari molekul. Daerah di bawah 1200 cm-1
menunjukkan pita yang disebabkan oleh getaran seluruh molekul dan karena
kerumitannya dikenal sebagai daerah sidik jari. Intensitas berbagai pita
direkam secarasubjektif pada skala sederhana kuat, menengah, atau lemah.
Spektrofotometri Infra Merah merupakan cara paling sederhana dalam menentukan
golongan senyawa (Kunert et al. 2000).
*SPEKTROSKOPI H-NMR
Spektrometri NMR pada dasarnya merupakan spektrometri
absorbsi, sebagaimana spektrometri infra merah maupun ultraviolet. Pada kondisi
yang sesuai, suatu sampel dapat mengabsorpsi radiasi elektromagnetik daerah
frekuensi radio, pada frekuensi yang tergantung dari sifat-sifat sampel. Suatu
plot dari frekuensi puncak-puncak absorbsi versus intensitas puncak memberikan
suatu spektrum NMR.
Penentuan struktur
Flavonoid dalam Rimpang Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.)
Analisis menggunakan spektrofotometer IR untuk
menentukan gugus-gugus fungsional senyawa yang berada pada fraksif2 . Berdasarkan
Gambar 3 tersebut dapat dilihat adanya pitakuat pada 1714,6 cm-1 yang spesifikuntuk
gugus karbonil. Serapan tajam pada 1261,4 cm1 dan 1217,0 muncul dari vibrasi
gugus C-O yang terkonjugasi. Pita pada 1091,6 dan 1029,9 cm-1 merupakan serapan
dari gugus metoksi. Pita pada 3020,3 cm-1 berasal dari =C-H str dengan didukung
oleh pita-pita antara 1600 cm-1 dan 1500 cm-1 menunjukkan keberadaan inti
aromatis. Pita kecil lemah yaitu pada 1652,9 cm-1 berasal dari gugus vinyl.
Pita-pita pada daerah dibawah 3000 cm-1 dan diperkuat oleh pita-pita disekitar
1450 cm-1 menyatakan adanya alkyl yaitu metilen. Berdasarkan analisis terhadap
spektrum dapat disimpulkan bahwa f2 mengandung senyawa aromatis, gugus C=O,
C-O, vinyl, -CH2- dan gugus metoksi. Untuk penentuan struktur senyawa pada
fraksi f2, maka dilakukan analisis dengan alat kromatografi gas dilanjutkan
dengan spektra massa.
Penentuan
struktur senyawa Flavonoid dari Kulit
Batang Tumbuhan
Saccopetalum horsfieldii Benn
Analisis spektroskopi infra merah dengan pellet KBr
memberikan informasi bahwa senyawa flavonoid mempunyai gugus fungsi antara lain
hidroksi, karbonil, eter, alkena dan cincin aromatis. Pita serapan pada bilangan
gelombang 3204,05 cm-1 merupakan vibrasi ulur OH aromatis. Pita serapan 2924,35
cm-1 merupakan vibrasi ulur C-H aromatis, sedangkan gugus keton terkonjugasi
ditunjukkan pada pita serapan 1662,79 cm-1. Pada pita serapan 1595,27 cm-1
menunjukkan adanya ikatan rangkap cincin aromatis dan pita serapan dengan bilangan
gelombang 823,68 cm-1 menunjukkan adanya aromatis. Gugus C-O-C ditunjukkan pada
bilangan gelombang 1311,03 cm-1 [11].Analisis spektroskopi 1H-RMI
memberikanpergeseran kimia pada signal (ppm) : 12,67; 7,58 (d,J=2,2 Hz); 7,48
dan 7,46 (1H, dd, J=2,2 & 6,10 Hz); 6,91(1H, d, J=8,30 Hz); 6,68 (1H, J=2,2
Hz); 6,35 (1H, J=2,2Analisis spektroskopi 13C-RMI memberikanpergeseran kimia
pada signal (ppm): 55,875; 59,488;92,008; 97,485; 104,976; 115,362; 115,502;
120,403;120,502; 137,652; 144,994; 148,558; 155,702;155,991; 160,693; 164,818;
177,712. Dari analisis spektroskopi UV, IR dan RMI menunjukkan bahwa senyawa
flavonoid hasil isolasi adalah 3,7-dimetoksi kuersetin atau kuersetin 3,7- dimetil
eter.
3.Alkaloid merupakan senyawa organik aktif yang mengandung
unsur nitrogen, sehingga bersifat sedikit basa.Sifat kebasaan ini dapat
digunakan sebagai dasar isolasi alkaloid dari suatu bahan alam.Isolasi alkaloid
dapat menggunakan pelarut metanol yang mengandung asam asetat, alkaloid
tersebut akan terlarut didalam asam asetat sedangkan bahan lain tidak. Kemudian
alkaloid dapat diperoleh kembali dengan menambahkan basa amoniak sehingga
alkaloid dapat mengendap kembali.
Satu-satunya
sifat kimia alkaloid yang paling penting adalah kebasaannya. Metode pemurnian
dan pencirian ialah umumnya mengandalkan sifat ini, dan pendekatan khusus harus
dikembangkan untuk beberapa alkaloid misalnya rutaekarpina, kolkhisina,
risinina) yang tidak bersifat basa.Umumnya isolasi bahan bakal sediaan galenik
yang mengandung alkaloid dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
·
Dengan menarik menggunakan
pelarut-pelarut organik,yaitu alkaloida disekat pada pH tertentu dengan pelarut
organik(Azas Keller).
·
Pemurnian alkaloida dapat dilakukan
dengan cara modern yaitu dengan pertukaran ion.
·
Menyekat melalui kolom kromatografi
dengan kromatografi partisi.
Cara
kedua dan ketiga merupakan cara yang paling umum dan cocok untuk memisahkan
campuran alkaloid. Tata kerja untuk mengisolasi dan mengidentifikasi alkaloid
yang terdapat dalam bahan tumbuhan yang jumlahnya dalam skala milligram
menggunakan gabungan kromatografi kolom memakai alumina dan kromatografi
kertas.
a.) Isolasi alkaloid Dalam Strychnos
ligustrida Bl. (Loganiaceae) dengan cara Ekstraksi
Strychnos
ligustrida Bl. (Loganiaceae) adalah tanaman obat yang banyak
ditemukan di Nusa Tenggara Barat. Di daerah Bima (Sumbawa, NTB) tanaman ini
dikenal dengan nama Songa. Menurut informasi penduduk setempat, batang Songa
dipergunakan sebagai tanaman obat tradisional untuk pengobatan penyakit
malaria. Selain digunakan untuk pengobatan penyakit malaria, tumbuhan ini
banyak dikenal sebagai tanaman multiguna. Hampir seluruh bagian tanaman ini
dapat digunakan secara tradisional untuk mengobati bermacam-macam penyakit
seperti demam, sariawan, diare, jantung, penawar racun, pembersih darah, obat
kuat (tonikun), bisul, borok dan pembersih jerawat (1). Studi kimia pada
tumbuhan keluarga Strychnos telah banyak dilakukan. Massiot (1988)
melaporkan 20 jenis alkaloid dari Strychnos matopensi (2). Sementra
Bisset (1974) menemukan senyawa alkaloid icajin dan novacin sebagai senyawa
utama pada Strychnos wallichiana dan S. henningsii (3,4). Penelusuran
daftar pustaka terhadap struktur kimia Strychnos ligustrida Bl., belum
banyak yang melakukan. Tulisan ini melaporkan hasil penelitian studi kimia
tanaman obat tradisional Indonesia tentang isolasi dan identifikasi senyawa
alkaloid pada Strychnos ligustrida Bl. Sebelumnya telah dilaporkan dua
senyawa alkoloid yang telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi strukturnya
(5). Sedangkan pada tulisan ini dilaporkan hasil isolasi dan identifikasi dari
dua fraksi lainnya, yaitu fraksi IV yang memberikan senyawa brusin (3) dan
fraksi V yang memberikan senyawa brusin N-oksida (4).
Ø Ekstraksi
Ekstraksi. Sebanyak satu kilogram
batang (kulit dan kayu) Songa dikeringkan dan dipotong-potong kecil. Kemudian
diekstraksi dengan 500 ml metanol (teknis) panas sebanyak tiga kali. Campuran
selanjutnya disaring dan pekatkan dengan penguapan berpusing bertekanan rendah
(Yamato 50 RE). Ekstrak metanol yang diperoleh kemudian diuji dengan
kromatografi lapis tipis (KLT). Untuk uji KLT ini digunakan lempeng aluminium
silika gel 60 F254 dengan ketebalan lapisan 0,2 mm (Merck) dan pendeteksian
noda dilakukan dengan menggunakan penyemprot CeSO4/10% H2SO4 pekat.
Ø Isolasi
Isolasi. Ekstrak metanol kasar selanjutnya
dipisahkan dengan kromatografi kolom kieselgel 60 (35 - 70 mesh ASTM, Merck)
sebagai fase diam, sedangkan eluen yang digunakan adalah campuran kloroform :
metanol (50:1 1: 1) dan terakhir digunakan metanol. Kromatografi kolom
memberikan beberapa fraksi, empat fraksi diantaranya yaitu fraksi II dan fraksi
III memberikan senyawa klorobrin N-oksida (1) dan striknin N-oksida (2)
(5), dan dua fraksi lainnya yaitu fraksi IV dan V dimurnikan lebih lanjut
dengan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT JASCO, model MD 910 dengan
detektor UV/VIS multi panjang gelombang). Kolom yang digunakan adalah jenis
fase balik (reversed phase), BondapakTM C-18, 300 x 9,9 mm yang dialiri
dengan eluen metanol (5:1) secara isokratik dan hasilnya adalah dua senyawa
murni brusin (3) dan brusin N-oksida (4). Skema prosedur isolasi
dan pemurnian senyawa alkaloid dari Strychnos lugistida Bl. Dapat
dilihat pada Gambar 1.
b.) Isolasi Nikotin Dari Daun Tembakau (Nicotiana tabacum) dengan
cara penyulingan uap
Nikotin adalah suatu alkaloid
dengan nama kimia 3-(1-metil-2-pirolidil)
piridin. Saat diekstraksi dari daun tembakau,
nikotin tak berwarna,
tetapi segera menjadi coklat ketika bersentuhan dengan udara. Nikotin
dapat menguap dan dapat dimurnikan dengan cara penyulingan uap dari
larutan yang dibasakan.
Alkaloid diekstrak dari tumbuhan yaitu daun,
bunga, buah, kulit,
dan akar yang dikeringkan lalu dihaluskan. Cara ekstraksi
alkaloid secara umum adalah sebagai berikut :
Ø Alkaloid diekstrak dengan
pelarut
tertentu, misalnya dengan
etanol, kemudian diuapkan.
Ø Ekstrak yang diperoleh diberi
asam anorganik untuk
menghasilkan garam amonium kuartener kemudian diekstrak kembali.
Ø Garam
amonium
kuartener
yang
diperoleh
direaksikan
dengan
natrium
karbonat sehingga menghasilkan alkaloid–alkaloid
yang
bebas
kemudian diekstraksi dengan pelarut tertentu seperti eter dan kloroform.
Ø
Campuran – campuran alkaloid
yang diperoleh akhirnya
dipisahkan melalui berbagai cara, misalnya
metode kromatografi (Tobing, 1989).
Ada cara lain untuk mendapatkan alkaloid dari larutan asam yaitu dengan penyerapan memakai pereaksi
Lloyd, kemudian alkaloid
dielusi dengan basa encer. Alkaloid yang bersifat
hidrofob diserap dengan damar XAD-2 lalu dielusi
dengan asam atau campuran etanol-air. Banyak alkaloid yang dapat diendapkan dengan pereaksi Mayer (kalium raksa (II)
iodida)
atau garam Reineccke.
Dalam penelitian ini digunakan cara isolasi alkaloid secara umum yaitu mengekstrak dengan pelarut organik, pengasaman, pembentukan garam amonium kuartener dengan basa, ekstraksi dengan pelarut organik, dan pemurnian menggunakan kromatografi kolom, kromatografi lapis tipis, ataupun instrumen-instrumen elektronik (IR,GC-MS,UV-Vis).
c.) Isolasi Purin pada Bunga kering F. vulgare
Bunga kering F. vulgare (350
g) diekstraksi dengan 95% etanol (5 L) untuk menghasilkan residu kering(68 g).
50 g residu disuspensi dengan air (250 mL) dan dipartisi dengan petroleum eter
(7,4 g), kloroform (2 g), etil asetat (4 g) and n-butanol (4 g).
Ekstrak etil asetat dikromatografi
dengan 40 g Silika Gel H di Vacuum Liquid Chromatography Column (VLC)
(13 x 4 cm). Elusi dengan menggunakan kloroform dan tingkatkan polaritas dengan
5% etil asetat, lakukan elusi bertahap sampai 100% etil asetat (40×100 mL) dan
kemudian polaritas ditingkatkan kembali dengan 5% metanol bertahap hingga
75% etil asetat-25% metanol (15 x 100 mL).
Fraksi 16 dan 17 (99 mg) digabungkan
dan dimurnikan di kolom Sephadex LH-20 (40 x 2 cm) menggunakan metanol sebagai
eluen untuk memberikan senyawa 1 (43 mg).
Fraksi 28-30 (110 mg) dan Fraksi 35
dan 36 (100 mg) diperlakukan secara terpisah seperti yang dijelaskan dari 1
untuk menghasilkan masing-masing 2 (18 mg) dan 4 (12 mg).
ü
Fraksi 39 dan 40 (523 mg) yang
disaring pada kolom Sephadex LH-20 (40 x 2 cm) menggunakan metanol sebagai
eluen dan kemudian dikromatografi di 25 g Si gel kolom (25 x 1,5 cm) di elusi
dengan 4:1 kloroform / metanol untuk memberikan 5 (25 mg).
ü
Fraksi 41-48 (590 mg) disaring di
Sephadex LH-20 kolom (40 x 2 cm) dan kemudian dimurnikan dengan menggunakan
pelarut TLC preparative (sebuah sistem untuk menghasilkan 6 (8 mg).
ü
Pecahan 52-55 (90 mg), dimurnikan
pada kolom sephadex (40 x 2 cm) untuk menghasilkan senyawa 7 (36 mg).
ü
Daun (600 g) dan buah (400 g) F.
vulgare, serta bunga (250 g) dan buah (700 g)
Daun F. vulgare menghasilkan 8 mg senyawa 3 yang ada hanya dalam daun, 9 mg senyawa 5, dan 15 mg senyawa 7. Buah F. vulgare hanya menghasilkan 6 mg senyawa 7.
Daun F. vulgare menghasilkan 8 mg senyawa 3 yang ada hanya dalam daun, 9 mg senyawa 5, dan 15 mg senyawa 7. Buah F. vulgare hanya menghasilkan 6 mg senyawa 7.
ü
Kaempferol-3-O-α-L-(2 “,
3″-E-di-p-coumaroyl)-rhamnoside (1). Bubuk amorf kuning (43 mg).
Hidrolisis senyawa yang terisolasi Beberapa mg glikosida yang direflux dengan
10% HCl dalam 50% methanol selama 3 jam. Fraksi aglikon dan gula diidentifikasi
dengan kromatografi dibandingkan dengan sampel otentik.
4. Secara tradisional kimia
bahan alam berhubungan dengan isolasi, penentuan struktur dan sintesis
senyawa-senyawa organik yang berasal dari sumber alam hayati.
Isolasi dan penentuan
struktur senyawa bahan alam, pada hakekatnya, menindak lanjuti dan
mengembangkan pengetahuan tentang penggunaan tumbuh-tumbuhan dalam pengobatan
tradisional.
Pertumbuhan kimia bahan alam yang semula terfokus pada isolasi senyawa
yang mudah diperoleh mengalami pertumbuhan yang pesat dalam aspek penetapan
struktur, didorong oleh kemajuan dalam instrumentasi, dengan ditemukannya
teknik-teknik pemisahan kromatografi dan teknik-teknik spektroskopi ultra
violet (uv), infra merah (ir),resonansi magnet inti (nmr), massa (ms),
dan kristalografi sinar-X, serta sintesis. Memasuki milenium ke-3 penentuan
struktur dan sintesis seperti penisilin, striknin,klorofil, vitamin B12,
hemoglobin, dll. Telah merupakan hal rutin. Pertumbuhan selanjutnya bergeser
dan terfokus pula aspek-aspek struktur dan mekanisme interaksi ligan-reseptor
biopolimer berlandaskan struktur molekul yang pasti dalam rangka memahami
biosintesis dan bioaktivitas. Pengetahuan tentang struktur pada tingkat
molekuler mencerminkan sifat-sifat dan fungsi, dan terungkapnya korelasi tersebut membuka tantangan baru
untuk menjelaskan dan mensistesis sistem kimia yang kompleks. Jadi, pengetahuan
kimia bahan alam yang sangat penting ini mewujudkan berbagai harapan dan
kemungkinan baru.
Contoh: Isolasi
dan identifikasi
Nikotin Dari Daun Tembakau (Nicotiana tabacum)
Biosintesis nikotin
Jalur biosintesis nikotin
melibatkan reaksi penghubung antara dua struktur siklik yang membentuk nikotin.
Studi metabolik menunjukkan bahwa cincin piridin nikotin berasal dari asam
nikotinat sementara pirolidon ini berasal dari N-metil-Δ1-pyrrollidium kation.
[18] [19] The biosintesis dari dua struktur komponen hasil sintesis melalui dua
independen, jalur NAD untuk asam nikotinat dan tropane cara
N-metil-Δ1-pyrrollidium kation.
Jalan NAD di Nicotiana genus
dimulai dengan oksidasi asam aspartat dalam suksinat α-imino dari oksidase
aspartate (AO). Hal ini diikuti dengan kondensasi dengan gliseraldehida-3-fosfat
dan siklisasi dikatalisis oleh sintase quinolinate (QS) untuk memberikan asam
quinolinic. Asam Quinolinic bereaksi dengan dikatalisis pirofosfat
phosphoriboxyl oleh phosphoribosyl asam quinolinic transferase (QPT) untuk
membentuk asam nikotinat mononukleotida (namn). Reaksi berlangsung sekarang
melalui siklus pemulihan NAD untuk menghasilkan asam nikotinat melalui konversi
nicotinamide dari enzim nicotinamidase.
Kation N-metil-Δ1-pyrrollidium
digunakan dalam sintesis nikotin adalah perantara dalam sintesis turunan
tropane alkaloid. Biosintesis dimulai dengan dekarboksilasi dari ornithine
dekarboksilase ornithine oleh (ODC) untuk menghasilkan putresin. Putresin
kemudian diubah menjadi N-metil putresin oleh metilasi dikatalisis oleh SAM putresin
N-methyltransferase (PMT). N-methylputrescine kemudian mengalami deaminasi
dalam 4-methylaminobutanal dari N-methylputrescine oksidase (MPO) enzim,
4-methylaminobutanal kemudian cyclize spontan di N-metil-Δ1-pyrrollidium
kation.
Langkah terakhir dari sintesis
nikotin adalah kopling antara N-metil-Δ1-pyrrollidium kation dan asam
nikotinat. Meskipun studi menyimpulkan beberapa bentuk penghubung antara dua
komponen struktur, proses dan mekanisme yang ditetapkan masih belum ditentukan.
Teori saat ini disepakati melibatkan konversi dari asam nikotinat di
2,5-dihydropyridine 3,6-melalui asam dihydronicotinic. The 2,5-dihydropyridine
menengah kemudian akan bereaksi dengan N-metil-Δ1-pyrrollidium kation untuk
membentuk enansiomer murni (-)-nikotin
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI NIKOTIN DARI DAUN TEMBAKAU (Nicotiana
tabacum
Tembakau merupakan jenis
tanaman yang sangat dikenal di
kalangan masyarakat Indonesia. Tanaman ini tersebar di seluruh
Nusantara dan mempunyai
kegunaan yang sangat banyak terutama untuk bahan baku pembuatan rokok. Kandungan alkaloid nikotin yang terdapat di daun tembakau dapat digunakan
sebagai insektisida. Rokok adalah perantara utama bagi nikotin masuk ke tubuh manusia melalui asapnya., sehingga perlu diteliti nikotinnya.
a.
Isolasi
Nikotin dari daun tembakau
1. 25 gram daun tembakau kering
rajangan yang telah
dibungkus kertas saring dimasukkan ke dalam alat soxhlet, dilakukan
ekstraksi dengan menggunakan 300 mL metanol selama 7 jam. Sampel yang digunakan
adalah 100 gram sehingga ekstraksi dilakukan
4 kali.
2. Ekstrak / filtrat
yang dihasilkan dievaporasi sampai dihasilkan larutan yang pekat atau filtrat tinggal 10 % dari volume semula.
3. Larutan pekat dituangkan ke dalam labu erlenmeyer
dan
diasamkan dengan H2SO4 2 M sebanyak 25 mL. Larutan
diaduk dengan magnetik
stirer agar
homogen.
Larutan
diuji dengan kertas lakmus
sampai
berwarna merah. Kemudian larutan diekstrak
dengan kloroform 25 mL
sebanyak 3 kali dengan corong pisah.
4. Ekstrak yang dihasilkan berada di lapisan
bawah diuji dengan reagen Dragendorf, positip
alkaloid jika timbul endapan orange.
5. Ekstrak dinetralkan lagi dengan
menambahkan
NH4OH,
kemudian
diekstraksi lagi dengan kloroform 25
mL sebanyak 3 kali.
6. Ekstrak yang diperoleh diuapkan dengan dianginkan, kemudian dimurnikan
dengan
kromatografi kolom
dengan
silika
gel
11,5
gram sebagai fase
diam, panjang kolom
10 cm, diameter kolom
3 cm dan dengan eluen n heksana dan kloroform, metanol dengan perbandingan 1:0, 7:3,
5:5, 3:7 dan 0:1 masing – masing sebanyak 10 mL.
7. Hasil kromatografi kolom dilanjutkan dengan kromatografi lapis tipis
dengan larutan pengembang metanol.
8. Hasil ekstrak kemudian diuji dengan menggunakan GC–MS, spektrofotometer UV-Vis dan Spektrofotometer
IR.
b.
Hasil Identifikasi Senyawa dalam Ekstrak Daun Tembakau
ü Hasil
Spektrofotometer
Inframerah (IR) dalam
Ekstrak
Daun
Tembakau Fraksi Metanol
Spektrofotometer infra merah digunakan untuk
menganalisis gugus
fungsi dari senyawa kimia
yang
terdapat pada daun tembakau dengan pelarut
metanol. Uji
dengan spektrometer infra merah
menghasilkan spektra IR seperti
tampak pada
gambar 8.
Gambar 8. Spektrum infra merah
hasil kromatografi kolom fraksi
keenam
Hasil identifikasi
ekstrak tembakau fraksi metanol dengan menggunakan spektrofotometer IR menunjukkan adanya serapan
yang
khas
di
daerah
bilangan
gelombang 2950,9 cm-1 dan 2838,0 cm-1 menunjukkan adanya ikatan C – H , pada
bilangan gelombang 1651,0 cm-1 menunjukkan adanya gugus aromatis, pada bilangan gelombang 1458,1 cm-1 menunjukkan adanya gugus –CH3 , pada bilangan gelombang
1396,4 cm-1 menunjukkan adanya gugus amina tersier aromatis, dan pada bilangan
gelombang 1018,3 cm-1 menunjukkan adanya amina tersier alifatis. Adanya serapan pada bilangan gelombang
3398,3
menunjukkan adanya gugus
–OH.
Hal
ini
dikarenakan penggunaan pelarut metanol
pada saat kromatografi kolom.
ü Hasil
Uji
dengan
Spektrofotometer
UV
Ekstrak Daun Tembakau
Fraksi
Metanol
Spektrofotometri UV digunakan untuk senyawa organik yang
berhubungan
dengan transisi elektronik pada tingkat–tingkat energi elektron tertentu.
Biasanya senyawa yang terukur
mempunyai ikatan rangkap
terkonjugasi. Nikotin
mempunyai ikatan rangkap
terkonjugasi pada cincin piridinnya. Hasil spektrum UV dari ekstrak daun tembakau dapat dilihat pada gambar 9.
Gambar
9. Spektrum UV-Vis dari ekstrak daun
tembakau
Dari gambar spektrum di atas dapat
dilihat
bahwa
ekstrak
daun
tembakau
mempunyai
panjang
gelombang 206 nm dan 262 nm.
Dari
literatur diperoleh panjang gelombang
maksimum cincin piridin adalah 251 nm (π→π*) dan 270 nm (n→π*) dalam etanol. Perbedaan serapan
maksimum
mungkin
disebabkan
oleh
perbedaan pelarut yang digunakan.